Jam tanganku menunjukkan pukul 17.08 CET. Malam datang
begitu cepat, mentari hadir begitu singkat. Sudah saatnya aku kembali ke
asrama. Perlahan aku melangkahkan kaki di atas jalan setapak menuju Studentenwohnheim.
Hawa musim dingin, suara angin yang perlahan meneteskan air dari dahan pohon,
butiran salju yang menutupi hamparan permukaan bumi, entah mengapa menjadi
pelengkap episode kehidupanku hari ini.
Aku menatap langit yang bertabur bintang lekat-lekat.
Sekawanan bintang di musim dingin yang indah sekali. Mereka juga ditemani
cahaya bulan yang seakan-akan ingin menghangatkan diriku dari dinginnya malam.
Pemandangan dan suasana malam kali ini membuatku tak mengerti mengapa air mata
begitu saja membasahi pipi. Aku pun heran dengan hati yang sedaritadi berkecamuk
rindu dengan sesuatu yang belum bisa kujumpai.
“Astaghfirullah.. allahumma salli ala muhammad wa aali
muhammad..“, ucapku dalam hati.
Kunjungan ke rumah sakit hari ini benar-benar
membuatku banyak belajar tentang makna kata syukur. Aku bersyukur karena Allah
swt masih memberiku nikmat sehat sampai detik ini. Dan aku juga bersyukur
karena Allah swt memberiku nikmat iman islam yang tak tertandingi dengan
apapun, baik itu materi ataupun non-materi termahal sejagad raya sekalipun.
Tak hanya itu. Dari sikap Pras di Rumah sakit hari ini
juga membuatku sungguh takjub dan kembali belajar. Perbuatannya mengingatkanku
pada akhlak Rasulullah saw. Meskipun dihina, dicaci, dibenci, namun akhlak
terpuji bagindalah yang menjadi wasilah pelunak hati.
Langkahku terhenti. Dari kejauhan ada suara Adi
memanggilku.
“Sanna!!! Warte!!!“, terdengar suara yang
sedikit terengah-engah memanggil dan sukses mengalihkan lamunanku. Langsung
kuusap pipiku yang basah dengan sigap.
“Kenapa di? sepertinya ada hal penting sekali yang ingin
kau sampaikan“
“Ja!!... Stimmt!!...“, jawab Adi sambil
perlahan mengatur nafasnya.
“Saann, kamu kenal Laudya kan?!“
“Ya, aku mengenalnya. Ada apa dengan dia?“, nada
bicaraku berubah sedikit khawatir.
“hmmm jadi gini San.. kamu kann dekat dengan Laudya. Tolonglah
kamu nasihati dia untuk menjaga tingkahnya dihadapan Pras.“
“hah? Apa maksudmu? Aku tak mengerti“
“Laudya menyukai Pras, dan dia pagi ini datang ke
kamar Pras menyatakan perasaannya. Inti yang ingin aku sampaikan adalah tolong
kamu dekati dan nasihati dia. Udah itu aja. Permisi Sanna. Aku ada Termin
lagi. Wassalamu’alaykum“.
Adi pergi begitu saja dengan sedikit berlari dan muka
agak kebingungan. Sepertinya ia harus segera mengejar bus di halte dekat gedung
asramaku. Memang bus tersebut datang hanya setengah jam sekali, jadi apabila
terlewat satu menit saja dari jadwal kedatangan bus, maka harus menunggu
setengah jam lagi. Budaya yang begitu menghargai waktu dan betapa teraturnya
negara ini.
****
Sesampainya di kamar asrama, aku bergegas mengambil air
wudhu untuk segera menunaikan solat maghrib dan solat sunnah pengiringnya. Tak
lupa pula setelah selesai solat ku tenangkan jiwa dengan membaca beberapa
penggal ayat suci Al-Qur’an. Aku hanyut dalam lantunan ayat-ayat suci ini.
Sampai aku tiba di sebuah ayat...
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk
kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima
petunjuk.“ (Q.S. Al-Qasas: 56)
Air mata kembali membasahi pipiku. Kali ini aku teringat pada cerita Adi saat
di perjalanan pulang tadi. Pikiranku melayang jauh memikirkan Laudya. Laudya si
gadis blesteran cantik yang sangat baik, ramah, ringan tangan, dan cerdas.
Semangatnya untuk memperbaiki diri sungguh luar biasa. Namun hidayah islam itu
memang belum juga diraihnya. Dan aku pun baru tahu ternyata Laudya menyukai
Pras. Sosok kharismatik, ketua perhimpunan mahasiswa sekaligus salah satu imam
masjid Al-Falah. Mungkin kisah ini yang kemarin aku lewatkan.
****
“San, bolehkah aku ke rumahmu? Ada yang ingin aku
ceritakan“, terdengar suara Laudya jauh di sebrang handphone sana.
“Gerne!. Pintu kamarku selalu terbuka untukmu.
Kapanpun itu“. Jawab Sanna singkat.
“bis gleich Sanna!“.tut.. tut.. tut.. sambungan
pun terhenti
Tak kurang dari setengah jam Laudya telah tiba di
depan gedung asrama Sanna.
“teeeeeeet“. Suara bel pintu asrama gedung yang
annoying tersebut membuat Laudya sedikit kaget.
“Laudya ya?“, suara Sanna muncul di lubang-lubang kecil
yang dekat dengan bel pintu utama gedung.
“Ja..“
“teeeeeeeeeeeeeeeeeeeet“ suara ini menandakan Sanna
sedang memencet salah satu tombol di dalam kamarnya agar pintu utama gedung
secara otomatis terbuka.
****
“Laudya, ada apa denganmu? Kenapa kamu menangis?“,
Sanna segera menutup pintu kamarnya dan berusaha mengusap pipi Laudya.
“San aku perlu cerita kepadamu. Aku ingin sekali
memeluk islam san. Aku telah mempelajarinya. Aku pun percaya Allah itu satu.
Dan aku sudah lama tidak minum alkohol. Aku baca pula terjemahan Al-Qur’an.
Beberapa kali aku juga telah mencoba praktik sholat. Tapiii....“
“Tapi kenapa???“, tanya Sanna tak sabar
“Keluargaku tak menyetujuinya, apalagi ibuku, dia
sangat marah ketika mengetahui keinginanku“, tangis Laudya pun pecah.
“Kamu harus sabar Laudya. Setiap perubahan itu tidak
mudah, pasti ada saja cobaan yang mesti dilalui. Kamu harus kuat. Pelan-pelan
saja dalam memberitahu keluargamu, terus berakhlak baik di hadapan mereka. Dan
berdoalah kepada Allah swt. karena Dia lah yang membolak-balikkan hati.“
“Tapiii Sanna... aku juga belum siap untuk menjalankan
berbagai kewajiban dalam agama islam. Ada hal lain yang mengusik batinku.
seseorang yang membuatku setiap malam memikirkannya. Sebenarnya hal inilah yang
penting dan ingin aku ceritakan. Aku ingin bertanya pendapatmu.“ Tatapan Laudya
begitu lekat pada Sanna. Bagai berharap bertemu fatamorgana di tengah gurun
pasir yang tandus.
“Apa itu Laudya? Sampaikanlah. Ceritakanlah...“
“teng teng tereteng teng“, suara handphone
Laudya tiba-tiba berdering membuyarkan fokus kedua insan berparas cantik
tersebut.
“Sanna aku harus pergi sekarang. Ibu marah besar
karena mengetahui aku menemui teman muslimku. Nanti kalau alles in ordung izinkan
aku kembali kesini yaa San.. danke schön Sanna.. Tschüß..“.
Tiba-tiba Laudya pergi begitu saja sambil tak lupa mencium pipi kiri pipi kanan
Sanna sebagai tanda perpisahan.
“semoga semua baik-baik saja Laudya. Kamu juga bisa
langsung meneleponku kapanpun kamu perlukan“, balas Sanna sambil bersiap
menutup pintu kamarnya mengiringi kepergian Laudya.
****
“dreeet dreet
dreet“
Handphoneku bergetar memecah lamunan tentang Laudya.
Ku tutup Qur’anku dan ku gapai Handphone yang ada di meja belajar. Ada whatsapp
ternyata dari Adi. Setelah kubuka ternyata isinya sebuah pesan yang berbunyi.
“Assalamu’alaykum Sanna. Ini aku Adi. Sebenarnya ada
hal lain yang tadi belum sempat aku sampaikan. Aku bingung mengatakannya. Jadi
aku berfikir untuk menyampaikannya melalui pesan ini. Aku hanya ingin kamu
mengetahui bahwa aku menyukaimu dan aku ingin serius denganmu. Siapa yang harus
aku hubungi jika ingin berkenalan lebih lanjut denganmu Sanna?. Semoga kamu
tidak salah paham denganku.“
“kenapa Adi seperti orang yang berubah 180 derajat
begini, kemana Adi yang selama ini kulihat ceplas-ceplos, cengangas cengenges,
sungguh seperti bukan Adi.“, aku menggeleng-gelengkan kepala.
“kok bisa Adi suka sama aku? duuuh bales apa yaa..
Kenapa Adi jadi kaku gini sii??“, banyak pertanyaan muncul dalam benakku.
Berlin, 5. Mei 2017
#Menalifiksi adalah sebuah antologi
cerita pendek karya anggota Forum Lingkar Pena Jerman. Ini adalah cerita
pertama atau yang kami sebut simpul pertama.
#Menalifiksi FLP Jerman simpul pertama
1. Wanna - mencari arah
https://satriawannambaputra.wordpress.com/2016/12/18/mencari-arah-menalifiksi-simpul-1-ep-1/
2. Najla - sepotong masa lalu
http://najlamuzaffari.tumblr.com/post/155017066500/menali-fiksi-2-sepotong-masa-lalu
3. Irin - awal perubahan
https://irinshabrina.tumblr.com/post/155267201452/awal-perubahan-menali-fiksi
4. Gilang - ikan asin nutella
http://gilangkazuyashimurajuliansyah.tumblr.com/post/155541635947/ikan-asin-nutella
5. Dimas - Yang Dipertemukan dan Yang Kembali
https://dimaskurniap.wordpress.com/2017/01/11/yang-dipertemukan-dan-yang-kembali/
6. Irfan - Segi Empat 5cm
http://ceritauntukanakcucu.blogspot.de/2017/01/segi-empat-5cm.html
7. Dzaif
https://www.facebook.com/notes/hudzaifah-muhibullah/tertawan-etika/10154342450007992